Kebudayaan manusia ditandai dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi secara cepat yang merupakan akibat peran serta
pengaruh dari pemikiran filsafat Barat. Pada awal perkembangannya, yakni zaman
Yunani Kuno, filsafat diidentikkan dengan ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah
antara pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan tidak dipisah, sehingga semua
pemikiran manusia yang muncul pada zaman itu disebut filsafat. Pada abad
Pertengahan, filsafat menjadi identik dengan agama, sehingga pemikiran filsafat
pada zaman itu menjadi satu dengan dogma gereja. Pada abad ke-15 muncullah
Renaissans kemudian disusul oleh Aufklaerung pada abad ke-18 yang membawa
perubahan pandangan terhadap filsafat. Pada masa ini filsafat memisahkan diri
dari agama, sehingga membuat orang berani mengeluarkan pendapat mereka tanpa
takut akan dikenai hukuman oleh pihak gereja. Filsafat zaman modern tetap
sekuler seperti zaman Renaissans, yang membedakan adalah pada zaman ini ilmu
pengetahuan berpisah dari filsafat dan mulai berkembang menjadi beberapa cabang
yang terjadi dengan cepat. Bahkan pada abad ke-20, ilmu pengetahuan, mulai
berkembang menjadi berbagai spesialisasi dan sub-spesialisasi.
Ilmu pengetahuan pada awalnya merupakan sebuah sistem yang
dikembangkan untuk mengetahui keadaan lingkungan disekitanya. Selain itu, ilmu
pengetahuan juga diciptakan untuk dapat membantu kehidupan manusia menjadi
lebih mudah. Pada abad ke-20 dan menjelang abad ke-21, ilmu telah menjadi
sesuatu yang substantif yang menguasai kehidupan manusia. Namun, tak hanya itu,
ilmu pengetahuan yang sudah berkembang sedemikian pesat juga telah menimbulkan
berbagai krisis kemanusiaan dalam kehidupan. Hal ini didorong oleh
kecenderungan pemecahan masalah kemanusiaan yang lebih banyak bersifsat
sektoral. Salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan yang
semakin kompleks tersebut ialah dengan mempelajari perkembangan pemikiran
filsafat.
Perkembangan filsafat Barat dibagi menjadi beberapa periodesasi
yang didasarkan atas ciri yang dominan pada zaman tersebut. Periode-periode
tersebut adalah :
1.
1. Zaman Yunani Kuno (Abad 6SM-6M)
Ciri pemikirannya adalah
kosmosentris, yakni mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya
sebagai salah satu upaya untuk menemukan asal mula (arche) yang
merupakan unsur awal terjadinya gejala. Dan beberapa tokoh filosof pada zaman
ini menyatakan pendapatnya tentang arche, antara lain :
·
Thales (640- 550
SM)
: arche berupa
air
·
Anaximander (611-545 SM) : arche berupa apeiron (sesuatu
yang tidak terbatas)
·
Anaximenes (588-524 SM) : arche berupa
udara
·
Phytagoras (580-500 SM)
: arche dapat
diterangkan atas dasar bilangan-bilangan.
Selain keempat tokoh di
atas ada dua filosof, yakni Herakleitos (540-475 SM) dan Parmindes (540-475 SM)
yang mempertanyakan apakah realitas itu berubah, bukan menjadi sesuatu yang
tetap. Pemikir Yunani lain yang merupakan salah satu yang berperan penting
dalam pengembangan ilmu pengetahuan adalah Demokritos (460-370 SM) yang
menegaskan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang disebut dengan atom (atomos, dari a-tidak,
dan tomos-terbagi).
Selain itu, filosof yang sering dibicarakan adalah Socrates (470-399 SM) yang
langsung menggunakan metode filsafat langsung dalam kehidupan sehari-hari yang
dikenal dengan dialektika (dialegesthai) yang artinya
bercakap-cakap. Hal ini pula yang diteruskan oleh Plato (428-348 SM). Dan
pemikiran filsafat masa ini mencapai puncaknya pada seorang Aristoteles
(384-322 SM) yang mengatakan bahwa tugas utama ilmu pengetahuan adalah mencari
penyebab-penyebab obyek yang diselidiki. Ia pun berpendapat bahwa tiap kejadian
harus mempunyai empat sebab, antara lain penyebab material, penyebab formal,
penyebab efisien dan penyebab final.
1.
2. Zaman Pertengahan (6-16M)
Ciri pemikiran pada zaman ini ialah teosentris yang menggunakan
pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma agama Kristiani. Pada zaman ini
pemikiran Eropa terkendala oleh keharusan kesesuaian dengan ajaran agama.
Filsafat Agustinus (354-430) yang dipengaruhi oleh pemikiran Plato, merupakan
sebuah pemikiran filsafat yang membahas mengenai keadaan ikut ambil bagian,
yakni suatu pemikiran bahwa pengetahuan tentang ciptaan merupakan keadaan yang
menjadi bagian dari idea-idea Tuhan. Sedangkan Thomas Aquinas (1125-1274) yang
mengikuti pemikiran filsafat Aristoteles, menganut teori penciptaan dimana
Tuhan menghasilkan ciptaan dari ketiadaan. Selain itu, mencipta juga berarti
terus menerus menghasilkan serta memelihara ciptaan.
3. Zaman Renaissans
(14-16M)
Merupakan suatu zaman
yang menaruh perhatian dalam bidang seni, filsafat, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Zaman ini juga dikenal dengan era kembalinya kebebasan manusia dalam
berpikir. Tokoh filosof zaman ini diantaranya adalah Nicolaus Copernicus
(1473-1543) yang mengemukakan teori heliosentrisme, yang mana matahari
merupakan pusat jagad raya. Dan Francis Bacon (1561-1626) yang menjadi perintis
filsafat ilmu pengetahuan dengan ungkapannya yang terkenal “knowledge is power”
1.
4. Zaman Modern (17-19M)
Filsafat zaman ini bercorak antroposentris, yang menjadikan
manusia sebagai pusat perhatian penyelidikan filsafati. Selain itu, yang
menjadi topik utama ialah persoalan epistemologi.
1.
a. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat
bahwa akal merupakan sumber pengetahuan yang memadai dan dapat dipercaya.
Pengalaman hanya dipakai untuk menguatkan kebenaran pengetahuan yang telah
diperoleh melalui akal. Salah satu tokohnya adalah Rene Descartes (1598-1650)
yang juga merupakan pendiri filsafat modern yang dikenal dengan pernyataannya Cogito Ergo Sum (aku
berpikir, maka aku ada). Metode yang digunakan Descrates disebut dengan a priori yang
secara harfiah berarti berdasarkan atas adanya hal-hal yang mendahului.
Maksudnya adalah dengan menggunakan metode ini manusia seakan-akan sudah
mengetahui dengan pasti segala gejala yang terjadi.
1.
b. Empirisisme
Menyatakan bahwa sumber
ilmu pengetahuan adalah pengalaman, baik lahir maupun batin. Akal hanya
berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah data yang diperoleh dari
pengalaman. Metode yang digunakan adalah a posteriori atau
metode yang berdasarkan atas hal-hal yang terjadi pada kemudian. Dipelopori
oleh Francis Bacon yang memperkenalkan metode eksperimen.
1.
c. Kritisisme
Sebuah teori pengetahuan yang berupaya untuk menyatukan dua
pandangan yang berbeda antara Rasionalisme dan Empirisme yang dipelopori oleh
Immanuel Kant (1724-1804). Ia berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil
yang diperoleh dari adanya kerjasama antara dua komponen, yakni yang bersifat
pengalaman inderawi dan cara mengolah kesan yang nantinya akan menimbulkan
hubungan antara sebab dan akibat.
1.
d. Idealisme
Berawal dari penyatuan dua Idealisme yang berbeda antara
Idealisme Subyektif (Fitche) dan Idealisme Obyektif (Scelling) oleh Hegel
(1770-1931) menjadi filsafat idealisme yang mutlak. Hegel berpendapat bahwa
pikiran merupakan esensi dari alam dan alam ialah keseluruhan jiwa yang
diobyektifkan. Asas idealisme adalah keyakinan terhadap arti dan pemikiran
dalam struktur dunia yang merupakan intuisi dasar.
1.
e. Positivisme
Didirikan oleh Auguste
Comte (1798-1857) yang hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif
ilmiah. Semboyannya yang sangat dikenal adalah savoir pour prevoir, yang
artinya mengetahui supaya siap untuk bertindak. Maksudnya ialah manusia harus
mengetahui gejala-gejala dan hubungan-hubungan antar gejala sehingga ia dapat
meramalkan apa yang akan terjadi. Filsafat ini juga dikenal dengan faham
empirisisme-kritis, pengamatan dengan teori berjalan beriringan. Ia membagi
masyarakat menjadi atas statika sosial dan dinamika sosial.
1.
f. Marxisme
Pendirinya ialah Karl Marx (1818-1883) yang aliran filsafatnya
merupakan perpaduan antara metode dialektika Hegel dan materialisme Feuerbach.
Marx mengajarkan bahwa sejarah dijalankan oleh suatu logika tersendiri, dan
motor sejarah terdiri hukum-hukum sosial ekonomis. Baginya filsafat bukan hanya
tentang pengetahuan dan kehendak, melainkan tindakan, yakni melakukan sebuah
perubahan, tidak hanya sekedar menafsirkan dunia. Yang perlu diubah adalah kaum
protelar harus bisa mengambil alih peranan kaum borjuis dan kapitalis melalui
revolusi, agar masyarakat tidak lagi tertindas.
1.
5. Zaman Kontemporer (Abad ke-20 dan
seterusnya)
Pokok pemikirannya dikenal dengan istilah logosentris, yakni
teks menjadi tema sentral diskursus para filosof. Hal ini dikarenakan
ungkapan-ungkapan filsafat cenderung membingungkan dan sulit untuk dimengerti.
Padahal tugas filsafat bukanlah hanya sekedar membuat pernyataan tentang suatu
hal, namun juga memecahkan masalah yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap
bahasa logika, dan memberikan penjelasan yang logis atas pemikiran-pemikiran yang
diungkapkan.
Pada zaman ini muncul berbagai aliran filsafat dan kebanyakan
dari aliran-aliran tersebut merupakan kelanjutan dari aliran-aliran filsafat
yang pernah berkembang pada zaman sebelumnya, seperti Neo-Thomisme,
Neo-Marxisme, Neo-Positivisme dan sebagainya.