MEDIKASI
Dian Ramawati, S.Kep, Ns.
Pendahuluan
Peran
perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan
cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat
diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas
perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat
melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap
pemberian obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat
dan efek samping obat sangat penting untuk dimiliki perawat.
Perawat
memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan
mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan
demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan
jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan,
dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang
pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Keberhasilan promosi
kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan
pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternative,
diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga,
tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan
tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien.
Obat dan Pengobatan
Obat adalah substansi yang berhubungan fungsi fisiologis tubuh dan
berpotensi mempengaruhi status kesehatan. Pengobatan / medikasi adalah
obat yang diberikan untuk tujuan terapeutik / menyembuhkan.
Obat
atau medikasi dapat dikenal orang dengan nama-nama yang berlainan. Nama
kimia suatu obat menunjukkan isi atau unsur-unsur kimia yang terdapat
didalamnya. Nama tersebut menunjukkan susunan atom-atom kimia dalam
rantai strukturnya, contoh : nama kimia dari agent anti-inflamasi
ibuprofen adalah 2-(4 isobutylpnenyl) asam propionate.
Nama resmi
suatu obat dibuat dan disetujui oleh lembaga resmi pemerintah yang
bertanggung jawab. Di Indonesia lembaga yang bertanggung jawab adalah
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes RI. Nama resmi obat lebih
dikenal dengan sebutan nama generic obat atau obat generic. Setiap
jenis obat hanya mempunyai 1 nama generic yang lebih sederhana bila
dibandingkan dengan nama kimianya. Contohnya adalah obat-obat yang
dikenal dengan ibuprofen, asetominofen atau morfin.
Nama merk
atau merk dagang suatu obat adalah nama obat terdaftar yang dibuat oleh
produsen obat. Merk dagang suatu obat biasanya terdiri dari nama kimia
dan nama produsen obat, contoh : Paramex adalah gabungan nama generic
paracetamol dengan produsen obat yaitu konimex, afitamol, dll.
Standar Pengobatan Nasional
Banyaknya
jenis obat yang diproduksi dan beredar di masyarakat, mendorong
pemerintah untuk menetapkan standard dan quality control terhadap
obat-obat yang akan dipasarkan kepada masyarakat. Pemerintah melalui
Badan POM membagi produk obat berdasarkan bahan dasar obat, bentuk fisik
dan kimia, tes atas keaslian zat penyusun, metode penyimpanan, kategori
obat dan dosis normal per pengggunaan.
Karena banyaknya jenis
obat yang diproduksi (therapeutics explosion) oleh industri farmasi
setiap tahunnya yang diikuti dengan informasi produk yang
obyektifitasnya masih diragukan. Selain itu, bersamaan dengan
perkembangan produk obat-obatan, informasi yang berkaitan dengan
perkembangan obat tersebut juga semakin banyak, sehingga diperlukan
suatu pelayanan informasi obat dan makanan kepada masyarakat yang dapat
menjamin diperolehnya informasi yang benar dan obyektif.
Pemerintah
melalui Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) Badan POM menjadi
rujukan pusat informasi obat yang ada di Indonesia dengan mengembangkan
dan membina semua bentuk pelayanan informasi obat.
Pemerintah
melalui Kebijakan Obat Nasional yang ditetapkan pada tahun 1983
mengendalikan dan mengawasi semua obat sebelum diedarkan dipersyaratkan
melalui penilaian kemanfaatan, keamanan dan mutu obat di BPOM RI.
Peraturan ini tidak hanya berlaku untuk obat baru tapi juga obat copy
atau termasuk juga obat generic. Obat copy adalah obat yang dibuat
didalam negeri dengan mencontoh komponen obat inovatornya atau yang
terlebih dulu dibuat dan diedarkan sebagai obat paten. Obat copy
diperlukan untuk melakukan penilaian atas mutunya untuk membuktikan
bahwa obat copy mempunyai kemanfaatan dan keamanan yang sama dengan
inovatornya sehingga dalam penggunaannya dapat dipertukarkan dengan
inovatornya. Metode pengujian yang diterima secara internasional adalah
uji bioekivalensi. Prinsip dasar uji bioekivalensi adalah membandingkan
proses penyerapan, metabolisme, dan pengeluaran dari tubuh inovatornya.
Jenis dan Tipe Obat
Obat dapat diklasifikasikan melalui beberapa cara, antara lain
berdasarkan bahan kimia penyusunnya, efek yang ditimbulkan baik didalam
laboratorium maupun tubuh manusia. Pengetahuan tentang klasifikasi obat
tentang manfaat, efek samping, dan indikasi obat dibutuhkan terutama
untuk obat-obat yang belum dipublikasi secara umum.
Obat dapat juga dikelompokkan menjadi obat tanpa diresepkan (obat bebas), dengan resep dan obat herbal.
Obat
bebas adalah obat yang dapat dibeli atau didapatkan tanpa adanya resep
dari tenaga kesehatan yang berwenang. Obat-obat ini dijual bebas
ditoko-toko atau apotik. Hal tersebut dikarenakan obat-obat yang dijual
bebas telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi tanpa adanya resep /
pengawasan dari tenaga kesehatan. Contoh obat bebas yang umum dijual dan
dikonsumsi masyarakat adalah obat pereda gejala flu dan analgesic
ringan seperti aspirin dan asetominofen. Menjadi tugas Badan POM untuk
mengkontrol keamanan, efektivitas, dan publikasi obat-obat bebas.
Obat
bebas masih dianggap aman ketika langsung dikonsumsi. Namun, bahaya
obat-obatan bebas sering terjadi karena penyalahgunaan obat-obat
tersebut. Banyak orang lebih memilih mengkonsumsi obat sendiri daripada
datang kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan bantuan, bahkan banyak
pula yang tidak dapat tertolong karena keterlambatan penanganan oleh
tenaga kesehatan.
Obat dengan resep adalah obat yang
diperjualbelikan secara legal. Untuk pasien-pasien tertentu, dibutuhkan
pengawasan medis dalam pengunaan obat-obatan dikarenakan keamanan akan
efek terapi dan resiko keracunan akibat dosis yang diberikan. Dokter
bertanggungjawab dalam meresepkan obat. Namun, dalam kondisi tertentu
perawat atau asisten dokter dapat juga meresepkan obat.®
Obat
herbal atau tumbuhan obat adalah obat-obatan yang digunakan berasal dari
tumbuhan dan belum mengalami proses kimia dilaboratorium. Walaupun
penggunaan obat-oabatan herbal ini sudah sangat luas dimasyarakat, namun
penggunaannya masih jarang dimasukkan kedalam riwayat kesehatan klien.
Perawat harus mengkaji penggunaan obat-obat herbal ini. Contoh tanaman
obat adalah ginko biloba yang dapat digunakan untuk meningkatkan
sirkulasi darah dan fungsi kognitif.
Banyak orang mengira bahwa
obat herbal sangat aman karena semua bahannya yang berasal dari alam.
Namun, menilai hal tersebut menjadi sulit karena obat herbal tidak
memiliki standar kualitas dan pengaturan yang resmi dari pemerintah.
Beberapa obat herbal dapat mengakibatkan kegawatan akibat interaksi
kimiawi yang terjadi, sehingga dibutuhkan lebih banyak penelitian
laboratorium untuk menilai manfaat, efektivitas, dosis yang tepat, dan
reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh. Karena apabila sesuatu yang
asing masuk kedalam tubuh, dapat menimbulkan reaksi yang tidak terduga.
Untuk itu perawat perlu untuk mengkaji penggunaan tablet, ramuan,
ataupun ekstrak yang berasal obat-obatan herbal untuk dibandingkan
dengan literatur yang menunjang.
Sistem Distribusi dan Legal Aspek Pemberian Obat
Ada
empat hal yang perlu diperhatikan dalam sistem distribusi / pemberian
obat yang aman kepada klien, yaitu : a) penyediaan obat cadangan, b)
sediaan dosis obat, c) sistem pembagian obat, d) suplai obat mandiri.
Setiap institusi menerapkan aturan yang berbeda dalam melakukan
distribusi obat. Fasilitas kesehatan telah dirancang untuk persiapan
pengobatan. Beberapa diantaranya memiliki ruang utama penyimpanan suplai
obat yang terkunci rapat dalam lemari kaca dan trolley obat yang dapat
berpindah berisi obat-obat yang diperlukan klien dalam laci-laci yang
terkunci atau obat-obat untuk pasien tertentu tersimpan dalam kabinet
obat didekat kamar pasien. Beberapa rumah sakit memiliki apotik kecil
yang dekat dengan ruang rawat pasien. Namun, dalam pengontrolan
penggunaan obat-obatan yang bersifat narkotik, suplai obat disimpan
dalam laci yang terkunci pada setiap fasilitas kesehatan yang
menyediakannya.
Penyediaan obat cadangan
Penyediaan obat pada
ruang rawat pasien terdiri dari penyimpanan obat-obatan yang diresepkan
dalam jumlah yang besar serta disimpan dalam lemari kaca yang terkunci.
Pemberian obat ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan kebutuhan
klien. Perawat mengambil simpanan obat yang tersedia dalam jumlah yang
besar dalam botol atau kontainer obat. Contoh dari penyediaan obat
adalah obat-obat narkotik, vitamin, atau cairan saline / infus.
Sediaan dosis obat
Pembagian
obat dalam dosis yang telah ditentukan melibatkan farmasist untuk
membagikan dan memberikan label pada pembungkus atau tempat penyimpanan
obat yang telah sesuai dengan dosis masing-masing pasien. Obat-obat
tersebut disimpan dalam tempat khusus dan diberikan kepada klien pada
waktu-waktu tertentu. Sistem ini dilakukan pada fasilitas kesehatan yang
besar seperti rumah sakit karena membutuhkan pengecekkan ulang demi
keamanan klien. Baik farmasist maupun perawat sama-sama berperan dalam
penyiapan dan pemberian obat kepada klien serta mengevaluasi efek dan
reaksi interaksi obat atau kontraindikasi obat.
Sistem pembagian obat secara otomatis
Sistem
ini menggunakan mesin yang berfungsi seperti mesin ATM untuk mengambil
obat dengan cepat bila dalam keadaan darurat. Mesin ini juga dapat
mengkombinasi obat sesuai dengan kebutuhan. Perawat menggunakan kata
kunci atau password, kemudian memilih menu / daftar obat yang dibutuhkan
yang telah tersedia secara komputerisasi. Mesin ini juga menyimpan data
semua obat yang dikeluarkan sekaligus mengkontrol obat yang digunakan
oleh masing-masing pasien. Mesin ini telah banyak digunakan di
fasilitas-fasilitas kesehatan terutama dibeberapa negara maju. Namun,
keberadaan mesin ini di Indonesia tampaknya masih sulit untuk ditemukan.
Suplai obat klien mandiri
Pada
sistem ini obat diberikan dan disimpan oleh klien secara langsung.
Obat-obatan disimpan dalan tempat tersendiri untuk setiap klien. Dapat
diletakkan pada meja didekat klien, sehingga klien dapat mudah
menjangkaunya saat waktunya untuk minum obat. Sistem ini dapat dilakukan
bersamaan dengan sistem penyimpanan terpusat. Metode ini memberi
kesempatan kepada klien untuk terlibat dalam pengobatan dan
perawatannya. Hal ini juga menghemat waktu perawat untuk memberikan obat
serta memberikan waktu kepada perawat untuk mengevaluasi kemampuan
klien dalam ketaatan minum obat.
Di Indonesia, selain Badan POM dan
Depkes yang bertanggung jawab dalam mengontrol distribusi obat kepada
masyarakat, tenaga kesehatan juga berperan dalam penggunaan obat-obat
tersebut oleh masyarakat. Saat ini, untuk obat yang diresepkan masih
merupakan wewenang tenaga medis. Sedangkan, farmasist dan perawat
berwenang untuk menyiapkan dan memberikan obat yang telah siap untuk
dikonsumsi oleh masyarakat.
Resep Obat
Dalam resep obat yang
dibuat oleh tenaga kesehatan terdapat komponen-komponen yang harus
diperhatikan, antara lain : nama lengkap klien,nama obat yang diberikan
beserta dengan jumlah dan dosis obat yang diinginkan serta frekuensi
pemberian selama 1 hari. Didalam resep juga harus terdapat tanggal dan
waktu resep dibuat serta tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan
resep. Nama klien harus tercantum lengkap untuk menghindari kesamaan
nama dengan klien lainnya. Usia atau nomor rekam medik atau registrasi
klien dapat juga dicantumkan.
* Nama Obat : nama generik atau merk dagang obat. Dituliskan dengan jelas agar tidak tertukar dengan nama obat lain.
* Dosis Obat : dapat menggunakan metrik, apotekari, atau pengukuran
rumah tangga, misalnya digoxin 0,25 mg 1 dd (artinya 1 kali sehari).
* Cara Pemberian : obat yang sama dapat diberikan dengan beberapa
cara yang berlainan, misal PO (per oral), IV (intravena), Supp
(suppotoria).
Selain
obat yang dipesankan melalui resep, perawat juga bertanggung jawab
dalam mengelola pesanan obat yang harus diberikan kepada klien dengan
cara lainnya. Contohnya adalah :
1. Standing order adalah
pesanan obat yang harus diberikan kepada klien selama beberapa hari,
pesanan obat ini harus dicek dan ditulis ulang setiap hari sampai dengan
ada perubahan / penggantian obat atau dosis obat.
2. PRN order
adalah pesanan pemberian obat dalam waktu tertentu saja atau bila
dibutuhkan. Berasal dari kata Latin pro re nata. Misalnya : obat nyeri,
laksative, atau obat mual.
3. Order sekali waktu adalah pesanan
pemberian obat yang hanya satu kali untuk diberikan, misalnya obat-obat
preoperative / anestesi.
Stat order adalah pesanan pemberian
obat yang segera diberikan kepada klien dan hanya berlaku satu kali
pemberian, misalnya pemberian furosemid 20 mg IV stat.
4. Melalui
telepon, faximile, atau secara verbal adalah pesanan pemberian obat yang
dipesankan melalui telepon atau alat komunikasi lainnya. Dan
dikarenakan pemberi pesanan tidak ada ditempat untuk menulis dan menanda
tangani pesanan obat maka perawat harus mencatat pesanan tersebut dalam
daftar obat klien dan diberi kode T.O (telephone order) serta
menandatanganinya. Namun, pemberi pesanan obat tersebut harus tetap
menandatangani dihari berikutnya.
Reaksi dan Efek Obat
Farmakokinetik
Adalah
proses obat memasuki tubuh dan akhirnya keluar dari tubuh. Proses
terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dari
tubuh manusia. Setiap obat mempunyai karakteristik khusus dalam
kecepatan dan bagaimana obat tersebut akan diserap oleh jaringan,
kemudian dihantarkan pada sel-sel tubuh, dan berubah menjadi zat yang
tidak berbahaya bagi tubuh hingga akhirnya keluar dari tubuh kita.
Absorpsi
Adalah
proses zat-zat dari obat masuk ke dalam aliran / pembuluh darah. Cara
pemberian berdampak pada kecepatan dan keseluruhan bagian obat yang akan
diserap tubuh. Pemberian secara intravena merupakan cara tercepat dalam
absorpsi obat, kemudian diikuti dengan pemberian secara intramuskular,
subkutaneus, dan oral.
Distribusi
Adalah proses pengiriman
zat-zat dalam obat kepada jaringan dan sel-sel target. Proses
dipengaruhi oleh sistem sirkulasi tubuh, jumlah zat obat yang dapat
terikat dengan protein tubuh serta jaringan atau sel tujuan dari obat
tersebut.
Metabolisme
Adalah proses deaktivasi /
detoksifikasi zat-zat obat didalam tubuh. Proses ini terutama
berlangsung didalam hepar, namun juga berlangsung di dalam ginjal,
plasma darah, mukosa usus, dan paru-paru. Gangguan pada fungsi hepar,
termasuk diantaranya adalah penurunan fungsi hepar akibat penuaan atau
penyakit dapat mempengaruhi kecepatan detoksifikasi obat yang berlagsung
didalam tubuh.
Ekskresi
Adalah proses mengeluarkan obat
atau zat-zat sisa metabolismenya dari dalam tubuh. Ginjal berfungsi
untuk mengeluarkan sebagian besar sisa metabolisme tersebut, sebagian
yang lain dikeluarkan melalui paru-paru dan intestinal. Penurunan fungsi
ginjal akan sangat berpengaruh buruk pada proses ini.
Farmakodinamik
Adalah
proses yang berhubungan dengan fungsi fisiologis dan biokimia dari obat
didalam tubuh. Pemahaman tentang proses ini sangat membantu perawat
untuk mengevaluasi efek terapeutik dan efek lainnya dari pengobatan.
Reaksi
kerja obat adalah hasil dari reaksi kimia antara zat-zat obat dengan
sel-sel tubuh untuk menghasilkan respon biologis tubuh. Kebanyakan obat
bereaksi dengan komponen sel untuk menstimulasi perubahan biokimia dan
fisiological sehingga obat menjadi efektif bagi tubuh. Reaksi ini dapat
terjadi secara lokal maupun sistemik didalam tubuh. Contohnya adalah
efek lokal terlihat terjadi pada pemberian obat topikal pada kulit.
Sedangkan pada pemberian obat analgesik, efeknya akan meliputi beberapa
sistem, termasuk diantaranya yaitu sistem saraf (efek sedatif),
paru-paru (depresi pernafasan), gastrointenstinal (konstipasi) walaupun
efek yang diharapkan adalah pereda nyeri. Efek medikasi dapat dimonitor
melalui perubahan klinis yang terjadi pada kondisi klien. Secara umum,
peningkatan kualitas pada gejala dan hasil laboratorium menunjukkan
efektivitas medikasi.
Efek Terapeutik
Adalah efek
yang diinginkan atau efek tujuan dari medikasi yang diberikan. Efek
tersebut bervariasi berdasarkan bahan dasar obat, lama penggunaan obat,
dan kondisi fisik klien. Beberapa diantaranya juga dipengaruhi interaksi
antar obat yang dikonsumsi. Puncak reaksi obat sangat bervariasi
tergantung dari obat yang diberikan dan cara pemberian yang dilakukan.
Efek Merugikan
Adalah efek lain dari obat selain efek terapi yang diinginkan. Efek
merugikan ini dapat merupakan efek lanjutan dari efek terapi, misalnya
hipotensi dapat terjadi ketika pemberian antihipertensi. Beberapa efek
yang merugikan ini dapat ditangani segeraseperti konstipasi, namun ada
pula yang memerlukan perhatian lebih, misalnya depresi pernafasan. Efek
ini sering terjadi pada klien yang sangat parah kondisi dan menerima
banyak medikasi (Cleveland, Aschenbrenner, Venable, & Yensen, 1999).
Efek samping
Efek merugikan obat dengan skala kecil disebut juga efek samping
obat. Banyak efek samping yang tidak berbahaya dan dapat diabaikan,
namun ada pula yang dapat membahayakan terutama ketika ada obat baru
yang diberikan atau ditambahkan dosisnya. Perawat harus waspada terhadap
efek merugikan dari obat ini.
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas terjadi bila klien sensitif terhadap efek
dari pengobatan yang dilakukan. Hal ini dapat terjadi bila dosis yang
diberikan lebih dari kebutuhan klien sehingga menimbulkan efek lain yang
tidak diinginkan. Contohnya adalah ketika seorang pria dewasa dengan
berat badan normal biasanya dapat diberikan meperidin (sedatif) dengan
dosis 75 – 100 mg, namun pada klien lansia dengan berat badan rendah
akan mengalami durasi reaksi yang lebih lama dan dapat mengalami
penurunan kesadaran dengan dosis meperidin yang sama. Biasanya, dengan
menurunkan dosis dan meningkatkan interval waktu pemberian, maka obat
tersebut dapat dikonsumsi dengan aman.
Toleransi
Adalah reaksi yang terjadi ketika klien mengalami penurunan respon /
tidak berespon terhadap obat yang diberikan, dan membutuhkan penambahan
dosis obat untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Beberapa zat yang
dapat menimbulkan toleransi terhadap obat adalah nikotin, etil alkohol,
opiat dan barbiturat.
Reaksi alergi
Adalah akibat
dari respon imunologik terhadap medikasi. Tubuh menerima obat sebagai
benda asing, sehingga tubuh akan membentuk antibodi untuk melawan dan
mengeluarkan benda asing tersebut. Akibatnya akan menimbulkan gejala /
reaksi alergi yang dapat berkisar dari ringan sampai berat. Reaksi
alergi yang ringan diantaranya adalah gatal-gatal (urtikaria), pruritus,
atau rhinitis, dapat terjadi dalam hitungan menit sampai dengan 2
minggu pada klien setelah mengkonsumsi obat. Reaksi pada kulit (
gatal-gatal, kemerahan, dan lesi) biasanya meningkat setelah klien
menghentikan medikasi terutama obat yang memiliki kegunaan yang sama
dengan antihistamin.
Reaksi alergi yang parah dapat mengakibatkan
gejala seperti sesak nafas (wheezing, dispneu), angioedema pada lidah
dan orofaring, hipotensi, dan takikardia segera setelah pemberian obat.
Reaksi ini disebut reaksi anafilaktik dan membutuhkan tindakan medis
segera karena dapat berakibat fatal. Tindakan yang dapat dilakukan
adalah menghentikan segera pemberian obat tersebut, segera berikan
epinefrin, cairan infus (normal saline), steroid, dan antihistamin.
Toksisitas
Atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih
atau penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau
ekskresi. Perhatian harus diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat,
dengan menevaluasi fungsi ginjal dan hepar. Beberapa obat dapat langsung
berefek toksik setelah diberikan, namun obat lainnya tidak menimbulkan
efek toksik apapun selama berhari-hari lamanya.
Keracunan obat
dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi
adalah nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotosisitas
(hepar), imunotoksisitas (sistem imun), dan kardiotoksisitas (jantung).
Pengetahuan tentang efek toksisitas obat akan membantu perawat untuk
mendeteksi dini dan mencegah kerusakan organ secara permanen pada klien.
Interaksi antar obat
Hal
ini terjadi ketika efek dari suatu obat terganggu akibat adanya obat
lain atau makanan yang mempengaruhi kerja obat didalam tubuh. Interaksi
ini dapat berbentuk saling menguatkan efek terapi dari obat atau saling
bertentangan dengan efek terapi. Kadang-kadang makanan dapat juga
mempengaruhi reaksi obat, contohnya adalah deaktivasi antibiotik
tetrasiklin akibat makanan yang berasal dari produk susu.
Dalam
beberapa kasus, juga terjadi reaksi penggumpalan zat-zat yang tedapat
didalam obat, hal ini disebut reaksi inkompabilitas obat. Hampir seluruh
obat-obatan akan berefek buruk bila berinteraksi dengan obat lainnya,
namun tidak selamanya dapat dihindarkan untuk memberikan obat yang tidak
saling berefek merugikan.
Pemberian Obat
Dalam memberikan obat kepada klien, perawat harus memperhatikan hal-hal berikut :
Interpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan
Perawat bertanggung jawab untuk melakukan interpretasi yang tepat
terhadap order obat yang diberikan. Saat order obat yang dituliskan
tidak dapat terbaca, maka dapat terjadi misinterpretasi terhadap order
obat yang harus diberikan. Segera klarifikasikan kepada pemberi resep
atau tim medis yang menulis resep bila terdapat ketidakjelasan tulisan
atau istilah yang digunakan, apalagi bila cara dan frekuensi pemberian
tidak tercantum.
Lakukan evaluasi untuk melihat apakah jumlah dan
cara pemberian yang diresepkan aman untuk dilakukan pada klien. Ketahui
dengan pasti atau lihat kembali dosis yang diberikan, cara pemberian,
kontraindikasi, dan efek samping yang mungkin terjadi sebelum memberikan
obat. Bila perawat tidak yakin dengan cara pemberian atau dosis yang
diinginkan, tanyakan langsung pada tim medis karena perawat berhak dan
bertanggung jawab langsung atas keselamatan klien.
Hitung dengan tepat dosis obat yang akan diberikan sesuai dengan resep
Permintaan dosis obat biasanya ditulis dalam angka-angka matematika,
begitupula dengan sediaan obat yang ada. Perawat harus dapat menghitung
dosis obat yang akan diberikan pada klien, walaupun pada beberapa obat
sangat berbeda antara sediaan obat dengan dosis obat yang akan
diberikan. Bila dosis obat yang diinginkan sama dengan dosisi obat yang
tersedia, gunakan rumus berikut untuk menghitung dosis obat :
Contoh 1:
Bp.
R membutuhkan 400 mg antibiotic sesuai dengan resep yang ada, tablet
antibiotic yang tersedia adalah 200 mg. Berapa tablet antibiotic yang
perawat harus berikan pada Bp. R ?
Jawab :
* Jika tablet yang harus diberikan = X Tablet.
* Diketahui: 1 tablet = 200 mg
* Maka:
* X = 400 mg/tablet
* X= 400 mg /200 mg
* X = 2 tablet
200 mg = 400 mg
1 X&&& tablet
Contoh 2 :
Ibu
S, 65 tahun, harus diberikan obat antiaritmia (digoksin) sebanyak 0,25
mg per intra vena (IV). Pada vial / kemasan obat tersebut tertulis 0,125
mg = 1 cc. Berapa cc digoksin yang harus perawat berikan untuk Ibu S ?
Jawab :
Dosis digoksin yang harus Ibu S terima = X cc.
0,125 mg = 0,25 mg
1 cc X
0,125X = 0,25
X = 2 cc
Menghitung dosis pada anak
Dosis obat yang diberikan pada anak-anak dihitung berdasarkan berat
badan anak atau luas permukaan tubuh anak. Kebanyakan obat-obat tersebur
diproduksi khusus untuk anak sehingga tidak dihitung dengan cara yang
sama pada orang dewasa. Perhatikan ukuran dan laju metabolisme pada
anak, kaena hal ini sangat berpengaruh pada reaksi terapi obat yang
diharapkan. Observasi selalu respon yang terjadi sehingga dosis yang
diberikan dapat disesuaikan dengan kondisi anak.
Contoh :
An.
P, 2 tahun, membutuhkan paracetamol untuk menurukan panas
tubuhnya.Berat badan (BB) An. P 10 kg. Dalam kemasan obat tercantum
dosis untuk anak adalah 10 mg/KgBB.
Jawab: Misalkan Anak. P membutuhkan = a mg Paracetamol.
Maka a= 10 mg X 10 Kg = 100 mg
Gunakan prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan
Setelah
memvalidasi dan menghitung dosis obat dengan benar, pemberian obat
dengan akurat dapat dilakukan berdasarkan prinsip 5 benar, yaitu :
PRINSIP 5 BENAR PENGOBATAN :
1. Benar Klien
2. Benar Obat
3. Benar Dosis Obat
4. Benar Waktu Pemberian
5. Benar Cara Pemberian
Benar Klien
Benar
klien berarti bahwa obat yang diberikan memang benar dan sudah
dipastikan harus diberikan kepada klien yang bersangkutan. Kesalahan
identifikasi klien dapat terjadi jika terdapat 2 orang klien dengan nama
yang sama atau mirip berada pada satu ruangan atau unit. Untuk
menghindari kesalahan pemberian, cocokkan selalu nama klien pada papan
nama di tempat tidur klien dengan catatan rekam medik
Benar Obat
Benar
yang kedua adalah benar obat, yang berarti obat yang diberikan adalah
obat yang memeng diminta untuk diberikan kepada klien tersebut sesuai
dengan dosis yang diinginkan tim medis. Kesalahan pemberian obat dapat
terjadi ketika dalam situasi :
Farmasist atau apoteker salah memberikan obat dengan obat yang hamper sama dengan obat yang dipesankan
Apoteker atau perawat salah memberikan obat yang mempunyai nama / merk sama dengan obat yang dimaksud
Tim medis atau pemberi resep salah menuliskan obat atau obat tersebut tidak sesuai dengan klien
Perawat memberikan obat yang tidak dipersiapkan oleh perawat sendiri
Perawat salah mengidentifikasi obat
Untuk
mengurangi kesalahan pemberian obat dapat digunakan sistem “dosis obat
per unit”, yaitu pemberian obat yang telah dipersiapkan dan diberikan
label oleh perawat atau apoteker yang bersangkutan., memeriksa kembali
label obat yang akan diberikan dengan catatan pemberian obat, mengetahui
nama generic atau merk dagang obat serta manfaat obat tersebut
diberikan kepada klien, dan mendengarkan dengan teliti komentar klien
tentang obat yang diberikan, misalnya “ ini tidak seperti obat yang
kemarin saya minum.”
Bila mendengar hal demikian, segera tarik obat yang akan diberikan dan cocokkan dengan catatan pemberian obat atau order obat.
Benar Dosis Obat
Benar
dosis obat berarti obat yang diberikan memang dosis yang diinginkan
oleh tim medis dan dosis tersebut telah sesuai untuk klien. Kesalahan
dosis obat dapat terjadi bila tim medis memberikan obat yang tidak
sesuai dengan klien, apoteker salah mengeluarkan jumlah obat, perawat
salah memberikan dosis obat, perawat atau asisten perawat salah
menuliskan kembali obat-obatan yang diresepkan oleh tim medis.
Kesalahan
pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker
sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan
pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan
kesesuaian dosis obat. Lakukan pengecekkan ulang terhadap dosis obat
yang diberikan bila :
* Klien mengatakan bahwa dosis obat berubah dari biasanya
* Beberapa obat harus diberikan dalam waktu yang bersamaan
* Dosis obat yang diinginkan dalam jumlah yang besar
* Jumlah sediaan obat yang tersedia dari apoteker tidak sesuai dengan dosis obat yang harus diberikan kepada klien
Benar Waktu Pemberian
Benar
yang keempat adalah benar waktu pemberian, artinya adalah memberikan
obat sesuai dengan frekuensi dan waktu yang sudah ditetapkan. Pembeagian
obat yang dilakukan secara rutin sangant bervariasi pada setiap
institusi, misalnya : untuk pemberian obat pagi, diberikan pada pukul
07.30, 08.00, atau 09.00. Atau waktu pemberian obat dibuat berdasarkan
frekuensi, misalnya : untuk obat yang diberikan 4 kali sehari; waktu
yang digunakan adalah pukul 09.00, 13.00, 17.00, dan 21.00, atau
beberapa institusi menetapkan 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00.
Masalah
ketepatan waktu juga sangat berbeda pada beberapa institusi, misalnya
ada institusi yang menganggap pemberian obat setengah jam sampai 1 jam
sebelum atau sesudah waktu yang seharusnya sebagai “tepat waktu”. Banyak
factor yang mempengaruhi sebuah institusi dalam menetapkan waktu
pemberian obat, diantaranya adalah :
* Obat akan lebih efektif bila diberikan selama 1 hari
* Obat yang memiliki reaksi terhadap makanan sebaiknya diberikan sebelum makan diberikan
* Obat yang berefek mengiritasi lambung harus diberikan bersamaan dengan waktu makan
Benar Cara Pemberian
Benar
yang terakhir adalah benar cara pemberian, artinya adalah memberikan
obat sesuai dengan pesanan medis dan cara tersebut aman dan sesuai untuk
klien.
Tim medis dalam menuliskan resep atau instruksi harus
menjelaskan cara pemberian obat dengan spesifik. Bila cara pemberian
dinilai kurang tidak atau kurang cocok dengan kondisi klien, segera
lakukan klarifikasi dengan tim medis atau pemberi instruksi tersebut.
Untuk
memastikan obat diberikan melalui cara yang sesuai, perawat harus
mengetahui cara pemberian obat yang biasa digunakan dan cara pemberian
obat yang aman bila harus sesuai dengan instruksi yang diberikan.
Lakukan validasi ulang terhadap obat sebelum melakukan pemberian obat.
Dokumentasikan pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit.
Pendokumentasian
pemberian obat termasuk didalamnya adalah waktu, cara, dosis, dan area
pemberian (intradermal, SC, atau IM). Dokumentasi yang detail dibutuhkan
bila ternyata perawat tidak memberikan obat tersebut pada waktu seperti
biasanya, harus tercantum alasan mengapa perawat tidak memberikan obat
dengan cara semestinya, misalnya ada perubahan cara pemberian dari IM ke
PO, sehingga klien tidak perlu diinjeksi.
Pemakaian beberapa obat
seperti insulin atau heparin dicatat dalam lembar tersendiri, sehingga
dapat dimonitor regimen pengobatan yang diberikan kepada klien baik oleh
tim medis maupun perawat. Setiap melakukan injeksi terhadap klien,
sebaiknya didokumentasikan dengan jelas area yang diinjeksi. Hal ini
perlu dilakukan untuk menghindari penusukkan atau injeksi pada area yang
sama untuk beberapa kali sehingga dapat merugikan atau membahayakan
klien.
Perawat bertanggung jawab melakukan dokumentasi efek terapi
dan non terapi dari pengobatan yang diberikan. Misalnya, pada pemberian
obat opiate atau sejenis morfin, dokumentasikan jumlah / dosis yang
diberikan pada catatan klien. Bila klien mengalami reaksi alergi setelah
pemberian obat, dokumentasikan reaksi yang timbul dan onset / waktu
kejadian tersebut.
Cara-cara Pemberian Obat
Pemberian Per Oral (PO)
Pemberian
obat secara oral dapat dilakukan melalui mulut dan langsung ditelan
oleh klien, obat diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau diletakkan
dipipi bagian dalam (buccal) serta ditunggu sampai obat tersebut larut.
Pemberian obat secara oral juga dapat dilakukan melalui selang
nasogastrik (NGT).
Pemberian obat melalui oral atau mulut memang
merupakan cara termudah dan paling sederhana. Cara tersebut meminimalkan
ketidaknyamanan pada klien dan dengan efek samping yang paling kecil,
serta paling murah dibandingkan dengan cara pemberian yang lain.
Bila
klien tidak dapat menelan air atau cairan lain atau merasa mual dan
muntah, pemberian obat per oral segera dihentikan dan obat diberikan
dengan cara lainnya. Dan jika klien dipuasakan (NPO – Nothing Per Oral)
sebelum dilakukan pembedahan, tim medis dapat memilih obat oral yang
dapat diberikan dengan air yang terbatas. Atau obat per oral dapat
ditunda pemberiannya atau diberikan dengan cara yang lain bila klien
baru saja selesai mengalami pembedahan. Hal tersebut dilakukan sampai
fungsi saluran pencernaan klien kembali normal.
Bila klien
dilakukan gastricsuction atau terpasang NGT dengan tujuan bilas lambung,
pemberian obat per oral dihentikan dan diberikan dengan cara yang lain.
Namun, beberapa dokter kadang tetap menginstruksikan pemberian obat
melalui NGT dengan menghentikan sementara proses bilas lambung, caranya
adalah dengan menutup selang NGT minimal selama 30 menit setelah
diberikan obat melalui NGT.
Pemberian Topikal
Pemberian obat
secara topical adalah pemberian obat dengan cara mengoleskan obat pada
permukaan kulit atau membran mukosa, dapat pula dilakukan melalui lubang
yang terdapat pada tubuh (anus).
Obat yang biasa digunakan untuk
pemberian obat topical pada kulit adalah obat yang berbentuk krim,
lotion, atau salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan
kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi
(contoh : lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur),
kortikosteorid, atau antibiotic yang dioleskan pada kulit dengan
menggunakan kapas lidi steril. Bersihkan dan keringkan kulit sebelum
mengoleskan krim obat tersebut. Krim dengan antibiotic sering digunakan
pada luka bakar atau ulkus dekubitus. Sedangkan salep, dapat digunakan
untuk melindungi kulit dari iritasi atau laserasi kulit akibat
kelembaban kulit pada kasus inkontenansia urin atau fekal. Bersihkan dan
tepuk-tepuk perlahan pada area yang diberikan salep.
Obat
transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit untuk
mendapatkan efek sistemik. Tersedia dalam bentuk lembaran. Lembaran obat
tersebut dibuat dengan membran khusus yang membuat zat obat menyerap
perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat sekaligus mengontrol
frekuensi penggunaan obat selama 24 – 72 jam.
Obat tetes atau salep
mata digunakan untuk mengobati iritasi, infeksi atau glaucoma yang
terjadi pada mata. Obat tetes telinga diberikan untuk mengatasi infeksi
telinga atau untuk menghancurkan kotoran yang mengeras didalam liang
telinga. Gunakan dalam suhu yang sama dengan lingkungan sekitar, karena
bila terlalu panas atau dingin dapat menyebabkan vertigo, mual dan nyeri
pada klien.
Obat suppositoria atau rectal medication diberikan
melalui anus dan berbentuk seperti peluru atau cairan. Diberikan untuk
mengatasi keluhan sistemik atau sebagai laksatif bila klien mengalami
konstipasi. Namun, obat antiemetik dapat juga diberikan melalui rectal
bila pemberian dengan cara yang lain tidak berhasil. Cairan enema
diberikan melalui rectal dengan menggunakan alat khusus. Cairan enema
terdiri dari gliserin cair, sejumlah 100 mL dan dibiarkan sebentar
sekitar 5 – 10 menit, sebelum akhirnya klien merasa ingin defekasi.
Vaginal
douche atau medikasi / obat yang diberikan melalui vagina berupa busa,
cairan, jelly, krim, atau tablet. Indikasi pengobatan adalah untuk
kontrasepsi, membunuh bakteri sebelum pembedahan, mengatasi keluhan atau
infeksi yang terjadi pada vagina atau untuk menstimulasi / mempercepat
kelahiran bayi
Pemberian Parenteral
Pemberian obat melalui
parenteral berarti pemberian obat melalui injeksi atau infuse. Dapat
diberikan secara intradermal (ID), subkutaneus (SC), intramuscular (IM) /
jaringan intralesional, intravena (IV) / sirkulasi intra-arterial,
intraspinal atau melalui ruang intra-artikular.
Obat yang diberikan
secara parenteral akan diabsorbsi lebih banyak dan bereaksi lebih cepat
daripada obat yang diberikan secara topical atao oral. Pemberian obat
parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi bila perawat tidak
memperhatikan dan melakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat
pemberian obat. Karena pada pemberian parenteral, obat diinjeksikan
melalui kulit, menembus sistem pertahanan kulit. Komplikasi yang sering
terjadi adalah bila pH, osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang
diijeksikan tidak sesuai dengan kondisi tempat penusukkan, serta dapat
mengakibatkan merusakan jaringan sekitar tempat insersi / injeksi.
Peralatan yang khusus diperlukan untuk menunjang pemberian obat
parenteral, sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal dibandingkan
pemberian obat dengan cara yang lain.
Pemberian secara Inhalasi
Digunakan
pada pembedahan untuk memberikan anestesi pada klien atau untuk
mengatasi gangguan pernafasan. Perawat anestesi memberikan obat-obatan
anestesi melalui mesin respiratori yang tersedia di ruangan operasi.
Obat-obat yang dapat diinhalasi melalui mesin ventilator,
inhaler-nebulizer, inhaler sekali pakai. Obat untuk inhalasi dalam
bentuk cair dimasukkan kedalam mesin ventilator atau nebulizer dan
kemudian akan dirubah menjadi partikel-partikel gas yang dapat dihirup
melalui hidung. Pengobatan ini dilakukan sebagai bronkodilator, untuk
membuka jalan nafas dan memperbaiki pola nafas.
Pengobatan dengan
inhalasi mempunyai efek yang sangat cepat terhadap kerja paru-paru dan
mempengaruhi sirkulasi oksigen di seluruh tubuh. Pada pengobatan
inhalasi, perawat perlu untuk mengkaji status pernafasan klien
(ditunjukkan dengan pola nafas / usaha untuk bernafas, suara nafas, dan
penggunaan otot-otot pernafasan) sebelum dan sesudah pemberian obat
melalui inhalasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENGOBATAN
Pengkajian
Pengkajian
sebelum memberikan obat kepada klien diperlukan untuk menentukan
efektivitas dan mengidentifikasi efek lain dari obat yang diberikan.
Terutma bila terdapat gejala dari efek non terapi yang timbul seperti
perubahan kesadaran, penurunan berat badan, dehidrasi, agitasi atau
kelelahan, anoreksia, retensi urin, atau gangguan istirahat. Perlu juga
diperhatikan reaksi antar obat atau efek obat terhadap penyakit.
Pengkajian
keperawatan meliputi pengkajian terhadap riwayat penggunaan obat
dahulu, dengan atau tanpa resep dan obat tradisional. Perawat juga perlu
mengkaji sistem pendukung dalam keluarga dan lingkungan bagi klien.
Pastikan tidak terdapat gangguan farmakodinamik atau farmakokinetik pada
tubuh klien. Lakukan evaluasi terhadap kemampuan klien mengkonsumsi
obat yang diberikan secara benar. Lakukan pengkajian berkenaan dengan
prinsip hidupdan kepercayaan yang dimiliki klien berhubungan dengan
pengobatan yang diberikan, apakah pengobatan tersebut dapat melukai
klien atau tidak.
Indikator Pengkajian :
* Diagnosa medis, penyakit atau masalah kesehatan pada klien.
* Riwayat putus obat atau pemakaian obat-obatan (termasuk alergi dan toleransi terhadap obat).
* Jumlah dan jenis obat yang pernah dikonsumsi (termasuk diantaranya adalah obat bebas dan tradisional).
* Jangka waktu pemakaian obat.
* Periode terakhir dari evaluasi pemberian oabat yang diresepkan oleh tenaga medis yang terkait.
* Instruksi yang diberikan tentang cara pemberian obat.
* Kesalahan pada resep obat.
* Cara penyimpanan obat
* Efek yang diharapkan dari obat
* Efek non terapi yang mungkin timbul
* Status nutrisi dan fungsi kognitif, sensori dan afektif.
* Masalah tehnis berkaitan dengan penggunaan obat (sulit membaca
label obat, tidak dapat mengkonsumsi obat dengan mandiri / harus dibantu
orang lain)
* Riwayat kehamilan dan menyusui (untuk klien wanita).
Perencanaan
Pencegahan
Sebelum memberikan obat, perawat sebaiknya melakukan :
* Baca kembali dengan teliti catatan pemakaian obat klien, hal ini
dilakukan untuk menghindari pemberian obat yang dapat mempengaruhi efek
obat yang telah diberikan sebelumnya.
* Diet makanan dan cairan
klien, hal ini berkaitan dengan penatalaksanaan pengobatan pada klien.
Untuk klien yang akan menjalani pembedahan sementara waktu akan
diperintahkan NPO, maka perawat harus mengingatkan klien untuk
menghentikan pemakaian obat secara oral, dan juga menanyakan kepada tim
medis obat pengganti untuk klien.
* Hasil pemeriksaan
laboratorium, yang berguna untuk mengevaluasi efek pengobatan (terapi
dan non terapi). Contoh : status koagulasi pada pembuluh darah vena,
elektrolit darah (Na, K, Ca, P), level leukosit / trombosit, serum
kreatinin (fungsi ginjal), fungsi hepar (SGOT / SGPT).
* Lakukan
pemeriksaan fisik, sebelum memberikan obat perawat perlu melakukan
pengkajian dengan cepat meliputi kemampuan klien untuk menerima obat
yang diberikan, misalnya : kemampuan menelan (PO), kondisi pembuluh
darah vena (IV), sistem gastrointestinal (peristaltik, mual, muntah),
massa otot (IM), tanda-tanda vital (TD/N/RR/S),
Intervensi
Saat dan setelah memberikan obat, yang harus perawat lakukan adalah :
* Melakukan observasi akan efek non terapi yang timbul secara teratur
* Berkolaborasi dengan tim medis dan farmasist untuk bersama-sama
membuat strategi untuk meminimalkan efek non terapi yang mungkin timbul
pada klien.
* Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien
terkait dengan interaksi obat dengan obat lain yang diberikan, makanan,
dan alkohol. Kebiasaan dan sifat adiktif terhadap obat, cara melakukan
pencatatan sederhana terkait pemakaian obat mandiri, tanda dan gejala
yang mungkin timbul pada reaksi tubuh terhadap efek obat.
Dokumentasi dan Evaluasi
Kriteria evaluasi :
* Klien akan memperlihatkan efek / reaksi tubuh yang minimal terhadap pengobatan.
* Klien dapat memahami regimen / tata laksana pengobatan yang sedang dijalani.
* Nakes yang terlibat menggunakan intervensi yang dapat mencegah masalah medikasi pada klien.
Dokumentasi :
* nakes melakukan dokumentasi yang menyeluruh dan dapat diakses oleh seluruh tim yang terlibat.
* Nakes selalu meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan.
Implementasi dan Tindak Lanjut
Tindak lanjut atau monitoring yang dapat dilakukan adalah :
* Kaji kemampuan staf keperawatan yang terlibat dalam melakukan pengkajian tentang pengobatan pada klien.
* Selalu lakukan dokumentasi yang sesuai dan konsisten terkait respon klien terhadap pengobatan.
* Berikan perawatan yang sesuai sebagai tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang mungkin timbul terkait pengobatan.
* Evaluasi selalu sumber masalah kesehatan yang timbul pada klien
yang berhubungan dengan kebiasaan klien yang timbul setelah pengobatan
dilakukan.
* Lalukan pendidikan kesehatan untuk mendorong
pemahaman dan kedisplinan klien dalam mematuhi regimen / tata laksana
pengobatan yang telah ditetapkan.
Penggunaan Obat Dirumah
Tipe pengobatan
Medikasi
yang diberikan secara per oral, intra vena / infuse merupakan jenis
medikasi yang dapat diberikan pada klien walaupun klien tidak berada
lagi di rumah sakit. Perawat bekerja sama dengan fasilitas kesehatan
yang tersedia di lingkungan tempat tinggal klien untuk bersama-sama
mengawasi pengobatan yang dilakukan dirumah.
Pengaturan medikasi yang digunakan
Pengaturan
yang penting untuk dilakukan adalah membuat dosis dan jadwal pengobatan
yang sesuai dengan aktivitas klien di rumah (missal waktu tidur dan
makan). Pada beberapa klien terutama lansia, perawat harus membantu
klien agar tidak lupa untuk minum obat, misalnya dengan memisahkan dosis
pada kemasan sekali pakai atau amplop-amplop yang tersedia untuk obat
selama 1 hari.
Kesalahan pada Medikasi
Kesalahan yang sering timbul pada regimen medikasi antara lain disebabkan oleh :
* Medikasi tidak sesuai dengan instruksi
* Instruksi pemberian tidak sesuai dengan kondisi klien
* Dokumentasi pengobatan tidak dapat merefleksikan regimen
pengobatan yang sedang dilakukan sehingga menimbulkan persepsi yang
salah tentang pengobatan.
* Salah dalam memberikan dosis, tidak tepat waktu, salah cara pemberian, salah klien, dan salah obat yang diberikan.
Daftar Pustaka
Craven, RF., Hirnle, CJ. (2000). Fundamental of Nursing : Human Health and Function, 3rd Ed., New York : Lippincott Pub.
Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. (2003). Medication
http://antoni-obat-obatan.blogspot.com/2010/08/cara-menghitung-dosis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar