Rabu, 25 September 2013

Mengenal Lebih Dekat Sejarah Farmasi dan Filsafat Farmasi




         Latar Belakang
Berbagai konsep dasar dan teori dalam ilmu fisiologi, patologi, farmakologi, farmakognosi, fitokimia, kimia analisis, kimia sintesis, kimia medisinal, farmasetika / formulasi obat dapat ditemukan pada tiap jaman dalam sejarah perkembangan kefarmasian. Mitologi, konsep dan praktek pengobatan, praktisi / profesi pengobatan, bentuk sediaan obat serta bahan obat di berbagai jaman atau di suatu kebudayaan tertentu ternyata tidak hanya mendasari dan mempengaruhi perkembangan ilmu kefarmasian dan ilmu kedokteran saat ini; namun juga mendasari dan mempengaruhi perkembangan ilmu pengobatan tradisional di suatu suku bangsa tertentu, bahkan beberapa konsep dasar masih dipakai dalam sistem pengobatan tersebut.
Pada pokok bahasan kali ini akan dijelaskan berbagai pemikiran filosofis, berbagai aspek dan perkembangan ilmu kefarmasian berdasarkan urutan sejarah yang dimulai dari jaman pra sejarah, jaman Babylonia-Assyria, jaman Mesir kuno, jaman Yunani kuno dan jaman abad pertengahan.

         Falsafah Obat dan Pengobatan
Semenjak dunia terkembang dan dihuni oleh manusia serta makhluk hidup lainnya mungkin sudah ada penyakit dan usaha untuk mengobatinya. Keadaan “sehat” dan “sakit” adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan; ini berlaku bagi semua makhluk hidup : di dunia insani, dunia hewani maupun di dunia tumbuh-tumbuhan sekalipun. Bagi makhluk hidup, mengobati suatu penyakit atau gangguan adakalanya merupakan salah satu usaha untuk mempertahankan eksistensinya. Di dunia tumbuh-tumbuhan dikenal suatu produk metabolisme selain produk metabolisme utama yang disebut sebagai metabolit sekunder. Beberapa contoh metabolit sekunder misalnya : alkaloida, glikosida, terpenoid, flavonoid dan lain sebagainya merupakan racun bagi makhluk lainnya. Seekor binatang yang sehat tidak akan memakan daun oleander yang mengandung glikosida yang berbahaya bagi jantung, juga tidak akan ada yang memakan daun kecubung yang mengandung alkaloida golongan tropan yang bekerja sebagai antikolinergik / parasimpatolitik yang sangat beracun. Umumnya tumbuhan yang mengandung zat beracun tersebut tidak akan mendapat gangguan dari binatang, karena secara naluriah akan dihindarinya.
Sekarang bagaimana dengan seekor binatang yang sakit? Secara naluriah seekor binatang yang sakit akan mencari sesuatu dari alam sekelilingnya demi untuk mempertahankan hidupnya. Cukup sering dilihat seekor anjing atau kucing mencari rerumputan atau daun-daunan tertentu; yang memiliki efek memabukkan/membunuh cacing dan sekaligus mengeluarkan/memuntahkannya dari saluran pencernaannya. Dengan demikian ia “mengobati dirinya sendiri” dengan mensuplai tubuhnya dengan bahan/zat/hara yang diperlukannya. Sebagai ilustrasi dari mempertahankan eksistensi atau keturunan ialah ayam petelur yang lepas (bukan ayam broiler) mematuk atau mencukil dinding tembok untuk mendapatkan zat kapur yang diperlukan untuk pembentukan kulit telur. Kekurangan akan zat kapur disuplainya secara naluriah.
Bagaimana keadaannya dengan manusia? Yang membedakan manusia dengan hewan adalah “akal”. Akan tetapi, manusia purba dan manusia yang masih hidup primitif (dimana akal masih kurang berkembang) eksistensinya hidupnya juga masih banyak dipengaruhi oleh nalurinya. Bagaimana keadaannya dengan manusia primitif yang sakit atau kekurangan akan suatu zat hara dalam sistem faalnya? Contoh berikut dapat memberikan suatu gambaran : suatu suku bangsa primitif mempunyai kebiasaan memakan tanah. Mulanya hal ini mengherankan, tetapi setelah diadakan penelitian lebih mendalam ternyata ada dua hal yang berkaitan : pertama, tanah yang dimakan banyak mengandung zat besi (Fe); kedua, diit sehari-hari suku tersebut kurang akan zat besi. Secara naluriah suku itu mencari zat besi dari tanah, sehingga mereka tidak akan menderita penyakit anemia karena kekurangan zat besi.


 Sumber : http://mbegedut.blogspot.com/2010/11/mengenal-lebih-dekat-sejarah-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar